BBC, Serang – Maraknya pembayaran elektronik dari luar negeri yang beroperasi di Bali dinilai sangat disayangkan. Pasalnya pembayaran elektronik itu dinilai merugikan para pelaku UMKM, lantaran dalam prakteknya pembayaran melalui WeChatPay dan AliPay itu tidak menggunakan uang rupiah.

“Sanggat disayangkan juga, karena kami sebagai pengusaha digital yang selalu ditekan pemerintah  untuk mentaati regulasi ekspor dan impor harus menggunakan rupiah. Sementara ada fenomena WeChatPay dan AliPay beroperasi. Terutama untuk pengusaha di Bali, sehingga tidak ada persaingan,” kata Ekonom Digital Bari Arijono disela kegiatan Pengembangan Mutu dan Kompetensi Ekonomi Digital dan Inovasi di Era Milenial di Denpasar, Bali (28/9/2019).

Menurutnya kehadiran WeChatPay dan AliPay merugikan pengusaha UMKM Bali, karena produk mereka tidak dibeli oleh wisatawan. Karena sistem ini  tidak meggunakan ketentuan yang dikeluarkan Pemerintah.

“Setahu saya belum ada tindakan, baru hanya sebatas monitoring termasuk kepala daerah. Sejauh ini belum ada ya, mereka masih beroperasi dan menggunakan uang Yuan dalam bertransaksinya,” kata Bari.

Bank Indonesia, kata Bari harus punya sistem yang mengontrol peputaran mata uang di e money dan uang digital.

“Sejauh ini kan antara BI, OJK dan pemerintah harus bertindak tegas. Termasuk juga pemerintah di daerah,” tegas Bari.

Analis DKSP Bank Indonesia, Putu Paulus Adi Susila menyampaikan pada dasarnya ada kewajiban di semua sistem pembayaran berupa ijin terlebih dahulu sebelum beroperasi. Mereka harus  bekerjasama pelaku perbankan di Indonesia.

“Kami sudah sempat panggil pihak WeChatPay dan AliPay dan harus dipatuhi. Saat ini sedang berproses kerjasama dengan salah satu bank. Terkait kewajiban penertiban bukan kewenangan BI saja. Tapi Pemda, Kementrian serta Kapolisian dan sudah kerjasama dengan Pemda dan Polri di Bali,” katanya.

Baca juga :  Terima Audiensi, Warga Safira Minta Pemkot Perbaiki PJU dan Ruas Jalan Utama

Kepala Perwakilan Bank Indonesia provinsi Banten, Erwin Soeriadimadja menambahkan BI dan OJK sudah mengatur perihal aturan pembayaran digital. Hal itu seiring pertumbuhan e comerc dan fintech harus interlink dengan perbankan. Sehingga sistem usahanya bisa diatur.

“Ini suatu upaya untuk kepentingan naisonal terjaga. Ekonomi asing tetap diminimalkan, salah satunya Gerbang Nusantara diberlakukan. Ini semata-mata untuk mengurangi penggunaan Visa dan Mastercard. BI dan OJK tidak bediri sendiri tapi bekerjasma dalam menjaga kedaulatan uang rupiah,” imbuh Erwin. (1-2).