BBC, Serang – Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Banten bersama pelaku usaha produksi dan distribusi PSAT dan instansi pembina delapan kabupaten/kota se-Banten berencsna membahas prospek pangan segar asal tumbuhan (PSAT) berlabel dan terdaftar pada pertengahan April mendatang di Serang.

“Kegiatan dalam rangka sosialisasi sertifikasi dan registrasi PSAT oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) untuk Tahun Anggaran 2017 itu, arah kedepannya diharapkan semua pelaku usaha tidak hanya mampu menjaga kuantitas, namun juga kualitas produknya sehingga dapat menembus pasar modern,” ungkap Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Banten Ali Fadilah di Serang, Kamis 14/4/2017.

Ali mengatakan prospek PSAT berlabel dan terdaftar memberi dampak terhadap penyediaan bahan pangan aman dan halal untuk dikonsumsi; pemberian kepuasan konsumen; memperpendek tataniaga; dan peningkatan harga jual dan permintaan pangan segar; sehingga memberikan nilai tambah/pendapatan bagi pelaku usaha pangan segar.

Pertemuan yang akan dihadiri 50 orang wakil stkeholder tersebut, akan membahas beberapa hal antara lain pengaturan produksi, sertifikasi berdasarkan keaslian/kemurnian varietas, sertifikasi berdasarkan keamanan pangan dan sertifikasi beras berlabel SNI.

“Mengacu pada Perda Banten No. 2 Tahun 2017 tanggal 7 Februari 2017 Tentang: Penyelenggaraan Pangan, Pasal 34 ayat 1 menyebutkan bahwa: Pemerintah daerah melakukan pemanfaatan pangan yang diwujudkan antara lain melalui (huruf c) peningkatan pengawasan keamanan pangan.

Kemudian pasal 34 ayat 4 bahwa: Peningkatan pengawasan keamanan pangan pada ayat (1) huruf c dilakukan melalui pengembangan sistem pengawasan keamanan pangan terpadu dengan mengacu pada pedoman pengawasan keamanan pangan; peningkatan koordinasi dalam pengawasan keamanan pangan dengan mengefektifkan regulasi dan kelembagaan yang ada; penguatan komunikasi antar pusat daerah, dan antar lembaga di daerah dalam pengawasan keamanan pangan dengan memanfaatkan jejaring keamanan pangan nasional dan daerah; dan penguatan sinergitas pengawasan keamanan pangan dengan sinkronisasi berbagai kebijakan terkait

BAB XII Kewajiban dan Larangan, Bagian Kesatu Kewajiban, Pasal 41 bahwa: Produksi beras yang diperjualbelikan di daerah maupun di luar daerah wajib memiliki  label kemasan dan diregistrasi oleh Dinas yang membidangi pangan.  Sedangkan Bagian Kedua Pengawasan diatur oleh Pasal 45 dan Pasal 46,” kata Ali.

Baca juga :  WP Masih Rendah, Wagub Minta Dukungan ke BJB

Ali menjelaskan, melalui pengaturan produksi dan/atau distribusi (peredaran) pangan segar asal tumbuhan (PSAT) di Banten seperti beras, biji-bijian,  sayuran, dan buahan , diharapkan produk PSAT telah beregistrasi Produk Domestik (PD) dan atau bersertifikat Prima agar pasarnya dapat merambah ke pasar modern. Untuk itu  semua pelaku usaha  agar mempunyai nomor registrasi Produk Domestik (PD) dan atau sertifikat Prima dengan mendaftar di OKKPD Banten.

“Cara untuk mendapatkan sertifikasi mutu PSAT di Indonesia saat ini dapat diperoleh melalui 3 cara, yaitu mengacu berdasarkan kemurnian varietas, keamanan pangan,  atau persyaratan mutu Standar Nasional Indonesia (SNI),” katanya.

“Pada sertifikasi berdasarkan keaslian/ kemurnian varietas, bahwa produk PSAT yang dapat disertifikasi adalah diusulkan oleh unit usaha/unit produksi yang berbadan hukum, produk berasal dari benih bersertifikat, menerapkan sistem mutu (GAP, GHP/GMP), sertifikasi dilakukan oleh pihak ketiga, harus menerapkan Peraturan Pemerintah tentang pelabelan dan didukung infrastruktur dan sarana serta sumberdaya manusia yang memadai,” jelas Ali.

Mantan Kadispar ini mencontohkan, pembinaan pengembangan beras varietas unggul lokal Pandan Wangi untuk menghasilkan  beras berlabel tersebut telah dilakukan melalui kegiatan tahun 2005 Kerjasama Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur dengan Kementerian Pertanian dan Lembaga Penelitian IPB, hingga beras Pandan Wangi berlabel dengan sertifikat  Kesesuaian Nomor : 01/COC/LP-LJA/2007.

“Sedangkan sertifikasi berdasarkan keamanan pangan/Food Safety, berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 51/PERMENTAN/OT.140/2008 tentang Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pangan Segar Asal Tumbuhan. Di Mana sertifikasi dilakukan oleh OKKP-D (Daerah) yang ditunjuk oleh Gubernur melalui yang disebut “Pelabelan Prima”.      Pelabelan prima terdiri dari tiga tingkatan yaitu : Prima Satu, Prima Dua, dan Prima Tiga. Pelabelan Prima Satu (P-1) adalah pelabelan untuk peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi, bermutu baik, serta cara produksinya ramah lingkungan,” imbuhnya.

“Pelabelan Prima Dua (P-2) adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan bermutu baik. Pelabelan Prima Tiga (P-3) adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi,” tutur Ali.

Baca juga :  300 Home Charging Menyala Serentak di Jakarta, PLN Mudahkan Pengguna Mobil Listrik

Sedangkan untuk tahap proses sertifikasi produk PSAT, Ali menjelaskan pelaku usaha PSAT misalnya pabrik penggilingan padi (produsen beras) mengajukan permohonan sertifikasi produk berasnya kepada OKKP-D, oleh Tim Audit yang dibentuk oleh OKKP-D dilakukan assesment (penilaian) di lapang dan pabrik penggilingan padi dan hasil audit dilaporkan kepada Tim Evaluator Hasil Audit untuk mengambil keputusan tingkat kalayakan untuk mendapatkan nomor register yang akan dicantumkan pada sertifikasi mutu beras.

“Mengenai sertifikasi beras berlabel SNI, berdasarkan syarat mutu produk PSAT, Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna jika didukung dengan sistem sertifikasi, pengujian dan kalibrasi yang andal, dapat dipercaya dan dilakukan sesuai dengan aturan  aturan yang berlaku secara internasional. Dengan demikian lembaga sertifikasi dan laboratorium pengujian/ kalibrasi mempunyai peran yang sangat besar dalam memberi jaminan mutu terhadap barang dan atau jasa. Dengan adanya jaminan mutu yang didukung oleh sistem sertifikasi, pengujian dan kalibrasi akan meningkatkan kepercayaan internasional terhadap barang dan / atau jasa Indonesia, sehingga mambantu upaya peningkatan kepercayaan konsumen di dalam negeri dan ekspor di Indonesia,” katanya.

“Kegiatan sertifikasi pengujian dan kalibrasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi dan laboratorium yang telah diakraditasi oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional), baik yang berlokasi di dalam dan di luar negeri. Semua peraturan dan persyaratan tentang sertifikasi di sektor pertanian mengacu pada persyaratan dalam Pedoman BSN (Badan Standarisasi Nasional) atau KAN yang sesuai dengan ruang lingkup sertifikasi. Lembaga sertifikasi dan atau Laboratotium yang telah terakreditasi oleh KAN berhak elakukan kegiatan sertifikasi dan atau kegiatan pengujian/ kalibrasi dan menerbitkan sertifikat, sesuai dengan lingkup akreditasinya,” papar Ali.

Adapun untuk menerbitkan sertifikat dari produk berlabel, bernomor SNI (Standar Nasional Indonesia) dapat dilakukan oleh Lembaga sertifikasi Produk (LSPro) dengan mengacu pada data hasil pengujian yang dikeluarkan oleh Laboratorium yang ruang lingkupnya telah terakreditasi. Hal ini dapat dilakukan untuk memberi Nomor SNI produk PSAT.

Baca juga :  PLN UID Banten Pastikan Siaga 24 Jam Selama Mudik Lebaran 2024

Manfaat menerapkan SNI selain mendukung terciptanya persaingan dagang yang sehat antar perusahaan; memberikan perlindungan kepada masyarakat; menjamin tertib hukum dagang dalam hal mutu produk, sehingga menunjang kelancaran arus barang; mewujudkan jaminan mutu dengan memperhatikan sektor terkait; meningkatkan daya guna, hasil guna dan produktifitas dalam mencapai mutu produk / jasa yang memenuhi standar; dan dapat menunjang kelestarian lingkungan hidup.

Ali mencontohkan produk beras yang beredar di pasaran umumnya sudah berlabel,  namun tidak sesuai dengan persyaratan kaidah sistem pelabelan produk pangan yang tercantum pada Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, serta Peraturan Menteri Kesehatan No 79/Menkes/Per/III/1978 tentang label dan periklanan pangan.

“Kita perhatikan, nama varietas digunakan sebagai merk dagang yang tidak sesuai dengan isinya, merk Beras Rojolele atau Beras Pandanwangi namun isinya beras varietas IR-64. Permenkes No.79/Menkes/Per/III/1978 menyatakan sekurang-kurangnya mencantumkan: nama / merk dagang, komposisi, isi netto, nama dan alamat perusahaan yang memproduksi atau mengedarkan, nomor pendaftaran dan kode produk. Pada kemasan beras belum tercantum komposisi dan nomor pendaftaran. Padahal peraturan mewajibkan pencantuman label terhadap komoditas yang dipasarkan,” katanya.

Melalui penerapan sistem manajemen mutu pada penggilingan padi, lanjut Ali diharapkan ada konsistensi terhadap produksi beras, kualitas beras dan efisiensi proses agar harga beras sesuai dengan kebutuhan konsumen. Adanya jaminan mutu akan memberi jaminan kepuasan pelanggan/konsumen, maka pelanggan akan menghargai produk yang dihasilkan produsen. Produsen beras umumnya belum menerapkan Sistem Manajemen Mutu, namun beberapa komponen persyaratan manajemen dan teknis telah dilaksanakan. Oleh karena itu perlu diperbaiki dan dilengkapi melalui pembinaan lebih lanjut.

“Jaminan mutu beras yang ditunjukkan pada label beras akan berpengaruh terhadap tingkat penerimaan konsumen. Dengan demikian kesesuaian isi dan label memegang peranan penting dalam perdagangan beras bermerk. Beras yang beredar tersebut umumnya dikemas dengan merk dagang tertentu ataupun tanpa merk dagang,” tandas Ali. (Advertorial/1-1)