BBC, Serang – Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy mengaku pihaknya mempertimbangkan untuk melakukan pembahasan regulasi daerah yang mengatur penetapan zona aman untuk kawasan perumahan dan permukiman bagi masyarakat. Di sisi lain, lanjutnya, Pemprov Banten juga akan lebih fokus dalam penciptaan masyarakat yang siap dalam menghadapi bencana.

“Kalau kita lihat Jepang sebagai Negara yang skala gempanya jauh lebih besar dibanding di Indonesia, bagaimana mereka hari ini bisa mengatasi gempa misalnya, itu harus kita adopsi,” kata Andika kepada pers, Kamis (5/4/2018).

Andika dimintai tanggapannya soal viralnya pemberitaan yang menyebutkan pesisir Pandeglang berpotensi tsunami setinggi 57 meter.

Menurutnya, Pemprov Banten sendiri bersama DPRD Banten saat ini tengah melakukan pembahasan revisi atau perubahan Perda tentang Rencana tata Ruang dan Wilayah, dimana pengaturan zonasi permukiman warga juga akan mempertimbangkan karakteristik wilayahnya berdasarkan rawan bencana atau tidak. “Tapi setahu saya di beberapa daerah, kita perlu regulasi yang lebih spesifik yang mengatur zona aman permukiman,” imbuhnya.

Menurut Andika, regulasi tentang zona aman permukiman tersebut dapat membantu Pemda dalam menentukan zona-zona yang aman untuk kawasan perumahan bagi masyarakat. Hal ini terkait dengan masih banyak daerah-daerah yang termasuk rawan bencana dipenuhi perumahan masyarakat.

Terkait dengan penciptaan masyarakat yang siap dalam menghadapi bencana seperti di Jepang, kata Andika, pelatihan-pelatihan menghadapi bencana oleh masyarakat harus lebih sering dan masif dilakukan. Pelatihan menghadapi bencana dilakukan secara rutin, bahkan dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah-sekolah dasar. “Selain membuat masyarakat menjadi semakin terlatih, pelatihan seperti itu akan meningkatkan kesadaran bahwa ancaman bencana itu memang nyata,” imbuhnya.

Di sisi lain, kata Andika, pihaknya kini juga menyadari terkait pentingnya membuat regulasi yang mengatur masyarakat dalam membangun konstruksi rumah di daerah rawan bencana. “Banyak fakta menyebutkan bahwa yang mematikan itu bukan gempanya, tapi konstruksi bangunan  yang robih dan menimpa penghuninya,” ujarnya.

Baca juga :  Mahasiswa KKM Kelompok 24 UNIBA Gelar Edukasi Masyarakat Tentang Stunting

Dikatakan Andika, mekanisme IMB atau izin mendirikan bangunan jika diterapkan sesuai aturan dan dipergunakan sebagai instrumen untuk mengatur pembangunan rumah berdasarkan zonasi sebetulnya dapat menekan jumlah korban akibat gempa. Untuk itu, Andika mengaku, pihaknya juga akan memaksimalkan penerapan IMB di kalangan masyarakat luas.

“Di satu sisi pemda juga harus terus meningkatkan kemampuannya dalam melayani masyarakat terkait dengan antisipasi dan penanganan gempa. Misalnya bagaimana mekanisme pemberitahuan bahaya bencana bisa efektif, hingga metode pertolongan yang harus dilakukan untuk meminimalisasi dampak bencana,” paparnya.

Untuk diketahui, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah meluruskan analisa Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tentang prediksi gempa Pandeglang, Banten yang bisa mengakibatkan tsunami setinggi 57 meter. Menurut BMKG, hal itu bukanlah prediksi melainkan hanya mengungkap potensi yang bisa terjadi. Hal ini pun harus dikaji lebih lanjut dengan data ilmiah yang memadai.

BMKG menyebutkan, apa yang dilakukan BPPT tersebut adalah bentuk penelitian awal dan masih menggunakan modeling. Jadi masih perlu divalidasi. (1-1)