BBC, Serang – Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy memerintahkan OPD (organisasi perangkat daerah) terkait di Pemprov Banten untuk membantu secara maksimal upaya P2TP2A (pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak) Banten dalam mencegah dan mengurangi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Menurut Andika, pemerintah daerah punya tanggung jawab untuk menjamin hak aman warganya, termasuk perempuan dan anak, dari tindakan kekerasan.

“Untuk itu kepada organisasi perangkat daerah, saya berharap agar segera menindaklanjuti naskah kerjasama dengan uraian program dan kegiatan teknis yang langsung dapat diimplementasikan . Prinsip kerjasama ini adalah penanganan yang mudah, efektif dan terkoordinasi dengan baik, yang penting adalah tertanganinya korban dengan baik,” papar Andika kepada pers usai penandatanganan  MoU antara Pemprov Banten dan P2TP2A Banten tentang pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Banten, di Pendopo Gubernur Banten, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Curug, Kota Serang, Kamis 12/10/2017.

Menurut Andika, dalam pelaksanaan penanganan korban kekerasan diperlukan suatu jejaring kerjasama yang baik antar pemangku kepentingan, diantaranya dalam penegakkan hukum, pelayanan sosial, pelayanan medis, pemberdayaan ekonomi serta pendampingan psikologis.  “Hal-hal itu lah yang tadi di dalam MoU diatur tentang bagaimana pemprov akan membantu P2TP2A. Di poin pelayanan medis misalnya baiamna rumah sakit atau puskesmas siap mengobati korban. Di poin penegakan hukum, bagaimana misalnya pemprov dapat memberikan advokasi kepada korban,” paparnya.

Dan yang tidak kalah pentingnya, lanjut Andika, adalah aspek pencegahan. Oleh karena itu, Andika meminta agar diperbanyak sosialisasi kepada seluruh komponen masyarakat terkait kekerasan serta dampak yang ditimbulkannya. Khususnya dengan pemanfaatan teknologi informasi dan penguatan jejaring dari mulai tataran instansi tingkat provinsi, kabupaten/kota sampai ke kecamatan dan desa, agar dapat membantu memberikan informasi kepada masyarakat dalam upaya pencegahan dan pertolongan pertama bagi terjadinya tindak kekerasan.

Baca juga :  Di Titik Nol Kilometer, Satgas TMMD ke-108 Mulai Persiapan Penutupan Besok

Ketua P2TP2A Banten Ade Rossi Chaerunisa mengatakan, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak I Banten selama 7 tahun terakhir mencapai 442 kasus, dengan kasus yang dominan terjadi adalah kekerasan dalam rumah tangga 154 kasus, kekerasan seksual 100 kasus dan perlindungan/penelantaran anak 96 kasus.  “Dan seperti kita tahu ini kan bukan angka sesungguhnya. Ini baru hanya semacam puncak gunung es, karena banyak kasus yang sesungguhnya terjadi tapi tidak dilaporkan,” kata Ade.

Dikatakan Ade, sejumlah faktor kebiasaan di masyarakat menyebabkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih mengalami kendala dalam pencegahan dan penanganannya. Kenala-kendala dimaksud di antaranya, korban masih menilai peristiwa kekerasan yang dialami merupakan sebuah aib yang harus ditutup rapat. Berikutnya, tidak adanya dukungan dari keluarga dan lingkungan yang justru malah menyalahkan dan menyudutkan korban. “Korban juga biasanya tidak mempunyai kekuatan selain dari pada pasrah dan menyerah menerima tindakan kekerasan,” imbuh Ade. (1-1)